Defenisi dan Konsep Budaya Organisasi

Pengertian Budaya

Menurut Owen (1987), budaya dipandang sebagai nilai-nilai atau norma yang merujuk kepada bentuk pernyataan tentang apa yang dapat dan apa yang tidak dapat dilakukan oleh anggota organisasi; sebagai asumsi, yang merujuk kepada hal-hal apa saja yang dianggap benar atau salah. Pengertiannya, bahwa aturan yang menyatakan suatu sikap dan perilaku yang menuntun dan mendorong anggota masyarakat untuk melakukan segala sesuatunya secara benar, serta menghambat dan menghalangi orang untuk berbuat sesuatu yang salah.

Perbuatan yang salah akan mendapat hukuman secara moral menurut nilai-nilai atau norma yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan adanya rujukan yang menyatakan kebenaran dan kesalahan, tindakan anggota masyarakat akan selalu dituntun rambu-rambu nilai dan norma tersebut.

Defenisi dan Konsep Budaya Organisasi
Defenisi dan Konsep Budaya Organisasi


Pengertian Organisasi

Organisasi didefinisikan (Sunarto dan Herawati, 2002:3) sebagai kelompok orang yang bekerja sama dengan terkoordinasi, dengan cara yang terstruktur, untuk mencapai tujuan tertentu.

Sementara itu, Sunarto dan Jajuk Herawati (Sunarto, 2002) mendefinisikan manajemen sebagai proses merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumber daya organisasi. Manajemen tidak dapat bekerja secara perorangan, tetapi bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

Mirrian S. Arief (Mirrian, 1985), menyatakan bahwa organisasi dapat diartikan bermacam-macam tergantung dari arah mana kita memandangnya. Organisasi dari segi wujud adalah kerjasama orang-orang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam segi wujud ini organisasi bersifat dinamis.

Contoh: Seorang guru mengajak siswanya untuk memindahkan buku-buku ke dalam lemari dari contoh sederhana tersebut tergambar suatu bentuk organisasi yang terlihat dari adanya ciri-ciri yang sekurang-kurangnya harus ada pada setiap organisasi. Ciri-ciri tersebut adalah:

  1. Ada orang-orang, dalam arti lebih dari satu orang (guru dan siswa)
  2. Ada kerja sama (memindahkan buku-buku)
  3. Ada tujuan (dimasukan ke dalam lemari)

Dalam bentuk organisasi kecil ini belum memerlukan pengaturan yang rapi, tetapi dalam contoh tersebut telah terlihat adanya orang yang mengarahkan (guru) dan orang yang diarahkan (siswa).

Sedangkan organisasi besar yaitu orang-orang yang bekerja sama dalam jumlah yang banyak dan tujuan yang akan dicapai luas, sebagai contoh partai politik yang memiliki ratusan anggota yang tersebar diseluruh penjuru tanah air, dan memiliki tujuan partai politik yaitu visi dan misi partai politik tersebut. Maka timbullah hubungan kerja yang kompleks antara sesama orang yang menunaikan tugas dalam organisasi tersebut.

Bilamana organisasi telah kompleks, maka diperlukan suatu pengaturan yang rapi terhadap orang-orang yang bekerja sama dalam suatu wadah tertentu. Dalam hal ini organisasi dapat dipandang sebagai suatu wadah atau tempat orang bekerja sama melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Pengertian Budaya Organisasi

Pada umumnya budaya berada di bawah ambang sadar, karena budaya itu melibatkan tentang bagaimana seseorang melihat, berpikir, bertindak, dan merasakan serta bereaksi (Kreitner & Kinicki , 1992). Teori ini menyatakan, budaya organisasi merupakan pola dasar asumsi untuk menciptakan, menemukan, atau pengembangan kelompok dengan belajar untuk mengadaptasi dari luar serta mengintegrasikannya ke dalam organisasi, apa yang akan dikerjakan secara baik serta konsisten dan valid, dan juga sebagai acuan bagi karyawan baru untuk mengoreksi sebagai penerimaan, pikiran, dan perasaannya di dalam hubungannya dengan semua permasalahan secara rinci dan detail.

Jennifer dan Gareth (George & Jones, 1996) menyatakan, konsep dari suatu budaya organisasi adalah informalisasi dari satuan nilai dan norma sebagai alat kontrol bagi langkah-langkah karyawan dan kelompoknya di dalam organisasi untuk berinteraksi secara agresif, cepat, dan mudah dengan yang lainnya (sesama karyawan), serta dengan orang di luar organisasi sebagai pelanggan atau pemasok.

Lebih lanjut Robbin (Robbins, 1992) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan perekat sosial yang mengikat anggota-anggota organisasi secara bersama-sama melalui nilai-nilai bersama, norma-norma standar yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan dikatakan oleh anggotanya.

Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal (penyesuaian dari luar organisasi) dan integrasi internal (pembauran dalam organisasi). Dengan demikian, budaya organisasi dapat memberikan nilai-nilai dan norma bagi karyawan dalam prinsip opersional organisasi.

Esensi Budaya Organisasi

Dengan memperhatikan bahwa setiap organisasi merupakan suatu ’satuan’ yang bersifat khas dan memiliki jati diri sendiri, dan dibedakan oleh budaya yang dianutnya, dapat dipastikan bahwa kelompok pemimpin dalam organisasi ingin agar budaya tersebut berfungsi dengan baik, dalam arti lebih menjamin keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, termasuk tujuan dan sasaran para anggotanya. Untuk mewujudkan hal tersebut, manajemen perlu memahami berbagai esensi budaya organisasi. Menurut Siagian (Siagian, 2002) para pakar mendefinisikan esensi yang dimaksud adalah:

  • Inovasi dan Sampai sejauh mana manajemen akan mendorong para karyawannya untuk bekerja secara inovatif dan berani mengambil risiko. Dengan kata lain, apakah budaya organisasi mendorong atau meredam kreativitas para anggotanya, atau tidak. (Inovasi dan pengambilan resiko)
  • Budaya organisasi juga harus memberi petunjuk, apakah para karyawan diharapkan bekerja dengan tingkat ketelitian yang tinggi, melakukan analisis, serta memperhatikan hal-hal yang detail, ataukah dibenarkan bekerja dengan hasil yang sekadar memenuhi persyaratan minimal (Perhatian pada detail)
  • Dalam budaya organisasi harus tercermin pandangan manajemen tentang apakah para karyawan diharapkan lebih mementingkan orientasi hasil, atau mendahulukan ketaatan kepada proses dan prosedur kerja. (Orientasi hasil)
  • Budaya organisasi harus mencerminkan pandangan manajemen tentang pentingnya sumber daya manusia sebagai elemen yang paling strategik dalam organisasi, betapa pun pentingnya ketaatan pada ketelitian dan prosedur kerja yang baku. (Orientasi orang)
  • Budaya organisasi seyogianya memberikan penekanan yang kuat tentang pentingnya kerja sama dan kemampuan bekerja dalam tim dan tidak menonjolkan ’kehebatan’ individual, meskipun tentunya kemampuan individual tetap harus diperhitungkan. (Orientasi Tim)
  • Perilaku yang bagaimana harus ditampilkan oleh para anggota organisasi, yang agresif dan kompetitif atau santai, perlu penekanan yang tepat. (Keagresifan)

Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Sondang Siagian (Siagian, 2002) fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan adalah sebagai berikut:

Penentu batas-batas berperilaku

Budaya organisasi berperan dalam menentukan perilaku yang seyogyanya ditampilkan, dan perilaku yang harus dielakkan. Dengan kata lain, menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, kriteria yang pantas dan yang tidak pantas, pengertian apa yang benar dan apa yang salah, norma-norma moral dan etika mana yang dominan, dan mana yang bersifat sekunder, kriteria loyalitas, etos kerja yang harus ditaati, serta disiplin organisasi yang harus dipegang teguh. Singkatnya, menegaskan cara-cara berperilaku yang sesuai dengan tuntutan budaya organisasi.

Menumbuhkan kesadaran tentang identitas sebagai anggota organisasi

Budaya organisasi menuntut agar para anggotanya merasa bangga mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi. Hal itu hanya akan timbul apabila semua anggota organisasi merasa memiliki organisasi tersebut. Rasa memiliki yang mendalam akan mencegah para anggota organisasi melakukan hal-hal yang dapat merusak citra organisasi yang bersangkutan.

Penumbuhan komitmen

Sebagai konsekuensi logis dari rasa memiliki organisasi, para anggota organisasi akan bersedia membuat komitmen –termasuk memberikan pengorbanan– sedemikian rupa, sehingga mereka akan ikhlas bekerja demi keberhasilan organisasi. Kesediaan tersebut hanya akan tumbuh dan berkembang apabila para anggota organisasi yakin, bahwa keberhasilan organisasi akan melicinkan jalan bagi mereka untuk mencapai cita-cita, harapan, keinginan, dan kepentingan pribadinya.

Pemeliharaan stabilitas organisasional

Kiranya mudah untuk memahami, bahwa keberhasilan akan lebih mudah diraih; masalah lebih mudah terpecahkan, dan iklim kerja sama dapat dipelihara apabila terdapat suasana stabil dalam organisasi.

Sebagai instrumen pengawasan

Asumsi mendasar dalam hal ini adalah, bahwa jika budaya organisasi dihayati dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi, budaya tersebut berfungsi sebagai instrumen pengawasan sehingga pengawasan sebagai fungsi manajemen tidak memainkan peranan yang dominan lagi. Alasannya adalah, karena para anggota organisasi menampilkan perilaku yang positif, bekerja secara kreatif, dalam arti mampu menghasilkan ide-ide baru, penggunaan konsep baru, teknik baru, dan inovasi dalam penyelesaian pekerjaan, serta bersedia meningkatkan produktivitas kerja. Dengan kata lain, para karyawan mampu melakukan pengendalian dan pemantauan sendiri (self controlling dan self monitoring).

Lebih lanjut menurut Mangkunegara (Mangkunegara, 2005), fungsi budaya organisasi dapat membantu mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi koperasi. Hal ini sesuai dengan pendapat John R. Schermerhom dan James G. Hunt (Schermerhorn, Hunt, & Osborn., 1991) bahwa:”The culture of an organization can help it deal with problems of both external adaption and internal integration”.

Permasalahan yang berhubungan dengan adaptasi eksternal dapat dilakukan melalui pengembangan pemahaman tentang strategi dan misi koperasi, tujuan utama organisasi dan pengukuran kinerja. Sedangkan permasalahan yang berhubungan dengan integrasi internal dapat dilakukan antara lain komunikasi, kriteria karyawan, penentuan standar bagi insentif (rewards) dan sanksi (punishment) serta melakukan pengawasan (pengendalian) internal organisasi.

Tipologi Budaya Organisasi

Selain esensi dan fungsi-fungsi yang dikemukakan diatas, perilaku para anggota suatu organisasi juga ditentukan oleh pilihan manajemen atas tipe budaya yang dianut. Dari teori tentang budaya organisasi, menurut Siagian (Siagian, 2002) diketahui empat tipe budaya organisasi, yaitu:

  1. Tipe akademi: Dalam organisasi, para anggotanya diharapkan atau bahkan dituntut untuk menampilkan prestasi yang semaksimal mungkin.
  2. Tipe klub: Seorang anggota organisasi yang baik diharapkan memenuhi kriteria kecocokan, loyalitas, dan komitmen.
  3. Tipe tim olah raga: Dalam organisasi keberhasilan akan diraih apabila para anggotanya mampu bekerja sebagai tim dan bukan selaku ’pemain individual’.
  4. Tipe benteng: Organisasi dimaksudkan untuk keamanan para anggota organisasinya.