Deradikalisasi Harus Bertopang Ideologi

Penulis membahas tantangan yang dihadapi oleh program deradikalisasi di Indonesia, menyatakan bahwa upaya tersebut belum efektif dalam menangani aspek indoktrinasi yang menjadi pembenaran aksi kekerasan. Dia merinci bahwa upaya deradikalisasi sebelumnya, seperti program berbasis insentif ekonomi terhadap mantan tokoh Darul Islam pada tahun 1960-an, gagal karena insentif ekonomi tersebut dimanfaatkan untuk menghimpun kekuatan.

Untuk menangani tantangan ini, penulis mengusulkan pembelajaran dari program deradikalisasi yang sukses di Mesir. Dia menjelaskan bahwa deradikalisasi di Mesir berhasil karena menyentuh aspek doktrin keagamaan, memiliki kekuatan struktural dalam organisasi, dan melibatkan tokoh-tokoh dengan otoritas ilmu keislaman yang mumpuni.

Penulis menyimpulkan bahwa konteks deradikalisasi di Indonesia belum mencapai keberhasilan yang diinginkan, dan upaya deradikalisasi yang dilakukan oleh mantan teroris di Indonesia tidak mencapai hasil maksimal. Dia menyoroti pentingnya memiliki tokoh-tokoh dengan otoritas ilmu keislaman yang tinggi dan posisi struktural strategis untuk membongkar ulang ajaran yang disalahpahami oleh kelompok teroris.

Sebagai tambahan, penulis mencatat bahwa upaya pelurusan paham keagamaan oleh beberapa ulama dan ormas besar di Indonesia juga belum mencapai dampak yang efektif di kalangan para teroris. Ini disebabkan tidak hanya oleh keraguan terhadap otoritas ilmu keislaman para ulama, tetapi juga karena kurangnya keterlibatan tokoh-tokoh teroris yang memiliki posisi strategis dalam jaringan terorisme di Indonesia.

Penulis menekankan perlunya meningkatkan upaya deradikalisasi di Indonesia dengan mempertimbangkan tiga kekuatan utama yang memungkinkan keberhasilan deradikalisasi di Mesir. Pertama, penekanan pada aspek doktrin keagamaan, di mana para tokoh deradikalisasi di Mesir berhasil membongkar ulang pemahaman keliru terhadap ajaran agama yang menjadi dasar pembenaran aksi kekerasan.

Kedua, kekuatan struktural dalam organisasi, di mana upaya deradikalisasi diprakarsai dan dilakukan oleh tokoh-tokoh spiritual yang menempati posisi puncak. Hal ini memastikan konsistensi pelaksanaan deradikalisasi sesuai dengan isi maklumat yang telah dikeluarkan.

Ketiga, pentingnya otoritas ilmu keislaman, di mana para tokoh deradikalisasi di Mesir memiliki reputasi sebagai ulama yang memiliki pemahaman agama yang mendalam. Hal ini memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa upaya deradikalisasi sesuai dengan ajaran Islam dan bertujuan untuk kemaslahatan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.

Penulis juga menyoroti perbedaan konteks antara deradikalisasi di Mesir dengan di Indonesia. Meskipun ada upaya pelurusan pemahaman keagamaan oleh beberapa ulama dan ormas besar di Indonesia, keberhasilan deradikalisasi masih dihambat oleh kurangnya keterlibatan tokoh-tokoh teroris yang memiliki posisi strategis. Oleh karena itu, penulis menegaskan pentingnya memahami dan mengatasi hambatan-hambatan ini untuk meningkatkan efektivitas program deradikalisasi di Indonesia.

Dalam konteks Indonesia, mungkin diperlukan strategi dan pendekatan yang lebih khusus, serta melibatkan aktor-aktor kunci dalam jaringan terorisme untuk mencapai hasil yang lebih maksimal. Upaya deradikalisasi perlu menyentuh aspek-aspek ideologis dan pemikiran yang menjadi landasan bagi tindakan kekerasan, sehingga mampu merespons perubahan dinamika terorisme di Indonesia.