Apa jadinya jika sepak bola dan bola voli dipadukan dan dimainkan dengan bola tradisional? Mungkin akan menjadi “Sepak Takraw”. Ya, olahraga yang diikutsertakan dalam perhelatan Asian Games ini memang dimainkan dengan bola yang disepak seperti sepak bola, tapi dengan net di tengah seperti bola voli. Yang menarik, olahraga ini bermuasal dari warisan budaya nusantara.
Sepak Raga, Olahraga Tradisional Cikal Bakal Sepak Takraw |
Pertama Kali di Sumatera Barat
Literatur sejarah Melayu menyebutkan pada mulanya dasar Sepak Takraw terlahir di masa Kesultanan Melayu dibawah pemerintahan Sultan Mansur Shah pada 1459 – 1477 yang berpusat di Sumatera Barat. Saat itu nama “Sepak Takraw” dan aturan permainan seperti sekarang sama sekali belum digunakan.
“Sepak Raga” adalah sebutan permainan olah tubuh ini di masa itu. Dengan cara menyepak bola ke atas, tidak boleh menyentuh tangan dan tidak boleh jatuh ke tanah.
Diceritakan bahwa Tun Besar, putra Kepala Bendahara Kerajaan bermain Sepak Raga dengan putra Sultan Mansur Shah yang bernama Raja Ahmad. Tiba-tiba bola rotan yang mereka gunakan bermain tersepak oleh Tun Besar dengan sangat keras ke kepala Raja Ahmad hingga ia tersungkur. Hal itu sontak menyulut kemarahan Raja Ahmad, dan karena ia dikuasai oleh amarahnya, ia menikam Tun Besar hingga tak bernyawa.
Karena tragedi itu, keluarga Tun Besar ingin membalas dendam pada Raja Ahmad. Akhirnya demi menghindari konflik internal, Sultan Mansur Shah mengusir Raja Ahmad ke Pahang. Lalu ia menjadi Sultan disana dan kelak di wilayah sekitar Kesultanan Pahang (Malaysia, Thailand, dan sekitarnya) ini berkembang pula Sepak Raga yang dibawa Raja Ahmad.
Berkembang Pesat di Sulawesi Selatan
Sepak Raga berkembang di Sulawesi Selatan dengan nama “ma’raga”, “a’raga”, atau “pa’raga”, dengan khas permainan menyepak bola rotan sambil membentuk formasi akrobatik. Menurut cerita turun temurun di Maros, Sulawesi Selatan, dahulu Pa’raga muncul pertama kali di kampung Ujung Bulo Maros yang dijuluki “Kampung Pa’raga”.
Pa’raga digunakan oleh penyebar agama Islam dari kerajaan Gowa sebagai media dakwah di Kaemba, Maros. Lama kelamaan Pa’raga semakin populer di Sulawesi Selatan. Pemuda Sulawesi Selatan yang terkenal gemar berlayar ke negeri-negeri seberang pun membawa permainan sepak bola rotan ini ke wilayah lain di Indonesia seperti Kalimantan, Maluku, dan Irian. Hingga akhirnya Sepak Raga dikenal di seluruh penjuru nusantara.
Di Sulawesi Selatan, Pa’raga kemudian ditetapkan sebagai permainan atau olahraga tradisional yang harus terus dijaga kelestariannya. Seorang tokoh Pa’raga bernama Abdul Rahman Daeng Palalo mengatakan sejak zaman dulu permainan Sepak Raga dengan aneka aturan main sudah berlaku di Sulawesi Selatan.
Menjadi Sepak Takraw Modern
Sepak Raga berkembang menjadi olahraga dengan peraturan main modern atas prakarsa Malaysia dan Thailand. Modifikasi Sepak Raga terus dilakukan sepanjang tahun 1940-an dengan penggunaan jaring, luas lapangan tertentu, dan batasan jumlah pemain yakni 2 grup yang berlawanan dengan jumlah 3 pemain per grup. Nama resminya pun ditetapkan dengan nama “Sepak Takraw”, perpaduan antara bahasa Melayu “Sepak” dan bahasa Thailand “Takraw” yang artinya bola anyaman.