Anggrek Hitam, Flora Identitas Kalimantan Timur Yang Terancam Punah

Anggrek Hitam adalah salah spesies anggrek yang sangat langka menjadi identitas Kalimantan Timur. Populasinya menurun drastis di kehidupan liar dari tahun ke tahunnya.

Menurut klasifikasi ilmiahnya, Anggrek Hitam termasuk dalam kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Ordo Asparagales, Famili Orchidaceae, dan Genus Coelogyne.

Anggrek Hitam, Flora Identitas Kalimantan Timur Yang Terancam Punah

Anggrek Hitam memiliki nama latin Coelogyne Pandurata. Dalam bahasa Inggris, ia lebih dikenal dengan nama Black Orchid, namun penduduk setempat sering kali menyebutnya Kersik Luai.

Coelogyne Pandurata memiliki ciri khas lidah warna hitam yang membuatnya berbeda dari Anggrek lainnya. Ia juga dilengkapi dengan garis-garis hijau berbulu. Jumlah kuntum bunga mencapai 14 buah per satu tandan.

Daun mahkota bunganya membentuk lanset yang lancip dengan warna hijau muda. Ukuran kelopak mencapai lima sampai enam sentimeter panjangnya, dan lebar hingga dua sampai tiga sentimeter. Pada bagian tengah, terdapat satu alur dengan bagian pinggir mengeriting berwarna hitam atau coklat tua.

Daun dari Anggrek Hitam berwarna hijau berbentuk lonjong dengan ukuran 40 sampai 50 sentimeter panjangnya, dan lebar dua sampai sepuluh sentimeter.

Anggrek Hitam juga dapat berbuah, namun sangat jarang terjadi. Jika berbuah, bentuknya menyerupai bentuk jorong dengan panjang sekitar tujuh sentimeter dan lebar dua hingga tiga sentimeter.

Coelogyne Pandurata hidup menumpang pada tumbuhan lain (Epifit) layaknya Anggrek pada umumnya. Namun sering kali mereka ditemukan pada pohon tua yang tumbuh di sekitaran pantai dan rawa.

Mereka dapat tumbuh di suhu dataran rendah terutama di daerah-daerah yang cukup panas seperti pantai, dekat sungai, dan rawa.

Pada dasarnya, Anggrek Hitam berkembang biak dengan biji. Namun karena kelangkaannya, bunga itu dapat dikembangbiakkan dengan memisahkan bagian umbi semu.

Hingga kini, Anggrek Hitam menjadi flora yang dilindungi berdasarkan ketetapan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Juga terdapat larangan diperjualbelikan bebas kecuali hasil dari penangkaran.

Penyebab utama kelangkaannya adalah perburuan liar, peralihan hutan menjadi perkebunan serta lahan hunian, dan kebakaran hutan yang sering terjadi.