Soetan Sjahrir, Perjoeangan Kita: Kata Pengantar - Pendahuluan


Kata Pengantar

Di dalam risalah ini diikhiarkan mengemukakan dan mengupas beberapa pasal yang dianggap perkara pokok dan terpening untuk perjuangan kita sekarang. Diikhtiarkan mengerjakannya dengan tenang dan pikiran yang dingin. Sebab, soal perjuangan yang mengenai kehidupan dan nasib rakyat kita yang bermilyunan tak dapat dan tak boleh diperlakukan sebagai soal diri sendiri.

Soal menunjukan jalan pada rakyat adalah semata-mata soal perhitungan dan bukan soal kehendak diri kita sendiri. Diikhtiarkan di dalam kupasan yang dikemukakan ini, supaya tercapai ukuran di atas. Akan tetapi maksud persoalan dan pengupasan ini memang supaya dapat menyempurnakan perjuangan yang kita lakukan sekarang. 

Memang pula segala pikiran yang diuraikan di sini ditujukan pada sekalian pahlawan kita yang melakukan kewajibannya di segala lapangan perjuangan serta terutama mengingat sekalian yang telah tewas di dalam menjalankan kewajibannya terhadap rakyat dan bangsa kita. Mudah-mudahan sumbangan ikiran ini akan dapat memperteguh dasar perjuangan kita. Merdeka!

Pengarang


Pendahuluan

Keadaan setelah dua bulan berdirinya Republik Indonesia dapat kita gambarkan seperi berikut: Harapan dan keinginan untuk serta akan dapat mempertahankan kemerdekaan kita, umum ada pada segala lapisan bangsa kita. Belum pernah di tahun-tahun yang lalu gerakan kemerdekaan memuncak seperi sekarang. Terutama pada pemuda, tampak bahwa segenap jiwanya dipasangkan pada perjuangan kemerdekaan kita. 

Akan tetapi, lambat laun rakyat banyak di desa dan di kota yang memperhebat perjuangan kita. Rakyat jelata turut tergolak ke dalam gerakan kemerdekaan, didorong oleh kegelisahan yang disebabkan oleh suasana masyarakatnya. Bagi rakyat jelata nyata bahwa semboyan “merdeka” itu idak saja berari Negara Indonesia yang berdaulat, pun idak pula saja bendera merah-puih baginya berarti simbol persatuan dan cita-cita bangsa dan negara, akan tetapi terutama kemerdekaan dirinya sendiri dari sewenang-wenang, dari kelaparan dan kesengsaraan, dan merahpuih baginya terutama simbol perjuangannya itu, yaitu perjuangan kerakyatan. 

Ucapan-ucapan kegelisahan rakyat yang kerapkali merupakan perbuatan yang kejam serta pelanggaran hak milik dengan kekerasan, dapat dimengeri, jika dicari sebab-sebabnya lebih dalam. Selama iga setengah tahun penjajahan Jepang, sendi-sendi masyarakat di desa diobrak-abrik serta diruntuhkan dengan kerja paksa, dengan penculikan orang desa dijadikan romusha jauh dari tempat inggalnya, dijadikan serdadu, dengan penyerahan hasil bumi dengan paksa, dengan penanaman hasil bumi dengan paksa, dengan sewenang-wenang yang iada batasnya. Demikian pula di antara rakyat jelata di kota, keidakpasian di dalam kedudukannya, menyebabkan kegelisahan. 

Beribu-ribu orang yang sebelum Jepang datang, mempunyai pencaharian sebagai kaum buruh, kehilangan mata pencahariannya. Berpuluh ribu orangorang desa melarikan dirinya ke kota untuk meluputkan diri dari sewenang-wenang serta kelaparan yang ada di desa, berpuluh ribu pula orang pelarian romusha, heiho dan kerja paksa lainnya menambah bayaknya jiwa di kota yang idak mempunyai pencaharian yang tentu. Segala ini menyebabkan bahwa kegelisahan di dalam masyarakat di kota terus memuncak. 

Bahaya segala ini akan meletus di dalam pemberontakan dan kerusuhan terus bertambah besar untuk Jepang. Setelah Jepang rubuh dan ia bersedia untuk ditawan, sehingga kekuasaan pemerintahnya menjadi lemah, bahaya akan meledaknya tenaga yang terhimpun di dalam masyarakat itu, terus bertambah besar. 

Untuk menghindarkan bahaya itu macam-macam muslihat Jepang yang digunakannya; antara lain adalah diikhiarkannya untuk mengalirkan kegelisahan orang itu terhadap golongangolongan lagi. Kebencian yang tambah lama tambah besar terhadap jepang diputarkan oleh Jepang dengan agitasi dan propagandanya terhadap bangsa kulit puih, orang Tionghoa, pangrehpraja dan selanjutnya tak dapat kita mungkiri, bahwa propaganda dan agitasi Jepang itu banyak pengaruhnya dan berhasil juga baginya. 

Selama iga setengah tahun negeri kita dikuncinya dari luar negeri, sehingga kita idak mengetahui keadaan di luar dan ia leluasa menjual dustanya yang menjadi dasar propagandanya. Tatkala kebencian rakyat kita terhadap Jepang telah umum dan di sana-sini imbul kerusuhan, digunakannya perasaan kebangsaan kita untuk mendinginkan kepanasan terhadap dia. 

Dibentuknya Angkatan Muda untuk memperhebat agitasi kebangsaan, supaya dapat menghindarkan bahaya sosial yang mengancamnya. Agitasi kebangsaan itu memang memuaskan untuk pemuda-pemuda serta kaum terpelajar kita yang berada di dalam kegelisahan dan kebimbangan. Pada umumnya adalah gerakan rahasia Jepang seperi Naga Hitam, Kipas Hitam, dan lainlain buatan kolone kelima Jepang, buatan Kenpetai, Kaigun dan lain-lain sangat menunjukkan kegiatannya terhadap pemudapemuda kita dan memang ada juga dapat mempengaruhi jiwanya, meskipun kerapkali pada lahirnya umum pemuda kita membenci Jepang. 

Dengan tidak sadar, biasanya jiwanya terpengaruh juga oleh propaganda Jepang itu dan ingkah lakunya, hingga cara berpikir, adalah kerapkali menyonto-menyonto Jepang. Kegiatan jiwanya terutama terlihat sebagai kebencian terhadap bangsa-bangsa asing, yaitu sebenarnya yang ditunjukan oleh Jepang untuk dimusuhi, bangsa Sekutu, bangsa Belanda, bangsa Indo (bangsa kita sendiri), Ambon, Menado, kedua-duannya bangsa kita sendiri, Tionghoa, pangrehpraja; maksudnya tak lain, seluruh dunia boleh dibenci asalkan jangan membenci Jepang. Demikian keadaan sebelum pernyataan Indonesia Merdeka, demikian pula bahanbahan untuk mendirikan perumahan Indonesia Merdeka. 

Tatkala Negara Indonesia Merdeka didirikan rata-rata orang yang mengemudikannya, adalah bekas pegawai dan pembantu Jepang. Hal ini menjadi halangan untuk membersihkan masyarakat kita dari penyakit Jepang yang berbahaya untuk jiwa pemuda kita itu. 

Pendidikan politik yang di waktu jaman jajahan Belanda telah begitu ipis, di dalam jaman Jepang sama sekali idak ada, jiwa pemuda dibentuk untuk dapat menerima perintah saja, untuk tunduk dan mendewa-dewakan, seperi orang Jepang tunduk kepada Tenno dan mendewa-dewakannya. Demikian pula pemuda kita hanya diajar tunduk pada pemimpin dan mendewa-dewakannya, idak diajar dan idak cakap bertindak dengan bertanggungjawab sendiri. Kesadaran revolusioner yang harus berdasar pada pengetahuan kemasyarakatan, tipis benar. 

Oleh karena itu, kecakapannya untuk menyusun dan mempergunakan kemungkinan yang ada di dalam masyarakat, sangat kecil. Oleh karena itu pula, maka senjata dan alat perjuangan yang seharusnya dapat dibentuk dari tenaga yang terhimpun dalam masyarakat sebagai kebencian terhadap penindasan dan pemerasan Jepang, idak terbentuk. Segala kegelisahan yang ada di dalam masyarakat dijuruskan oleh pemudapemuda kita, pada kebencian terhadap bangsa-bangsa asing yang hidup di dalam negeri kita, pada berbaris-baris dengan tombak yang sekarang juga menjalar menjadi pembunuhan dan perampokan serta ruparupa kegiatan lain lagi, yang diilik dengan kaca mata perjuangan kemasyarakatan idak berari atau adalah reaksioner, seperi tiap-tiap indakan fasisis itu selamanya reaksioner. 

Terlambat datangnya balatentara Sekutu untuk mengganikan balatentara Jepang yang tak berkemauan lagi untuk memerintah, sebenarnya memberikan kesempatan yang baik bagi pemerintahan Negara Republik Indonesia untuk menyusun kekuasaan Republik Indonesia. Akan tetapi hal ini iada tercapai seperi seharusnya. 

Sebabnya yang pertama ialah yang mengendalikan pemerintahan Negara Republik Indonesia bukan orang yang berjiwa kuat. Kebanyakan dari mereka telah terlalu biasa membungkuk serta berlari untuk Jepang atau Belanda, jiwanya bimbang dan nyata idak sanggup berindak dan bertanggungjawab. Sebab yang kedua adalah bahwa banyak antara mereka merasa berhutang budi kepada Jepang, yang mengurniakan persediaan Indonesia Merdeka pada mereka. Akhirnya dianggapnya, bahwa ia menjadi pemerintah, ialah oleh karena bekerja bersama dengan Jepang. 

Oleh karena itu maka sesudah kekuasaan Jepang menjadi lemah, dan kemudian runtuh serta pula belum diganikan oleh kekuasaan militer Sekutu, idak pula Negara Republik Indonesia dapat mendirikan kekuasaan bangsa kita sendiri sehingga berupa dan bangsa yang tak berpemerintah, sedangkan rakyat yang gelisah belum mendapatkan didikan dan belum mempunyai pengetahuan tentang menyelesaikan soal kemasyarakatan berhubung dengan pemerintahan. Maka timbullah kekacauan yang menjalar terus; di dalam keadaan begini agitasi kebangsaan berakibat rupa-rupa yang tiada dikehendaki atau dikuasai oleh orang yang membuat agitasi. 

Pembunuhan bangsa asing serta perampokan yang jika kita tilik keadaan rakyat, dapat dimengeri, idak urung pula menyatakan kelemahan pemerintah Republik Indonesia yang belum dapat merasakan dirinya sebagai pemerintah yang dipandang dan dihormai oleh rakyatnya. Pemuda-pemuda kita yang berikhiar mempergunakan kegelisahan rakyat itu, iada pula mempunyai syarat-syarat yang perlu untuk dapat memimpin rakyat di dalam perjuangan yang seharusnya dilakukan. Pemuda kita itu umumnya hanya mempunyai kecakapan untuk menjadi serdadu, yaitu berbaris, menerima perintah menyerang, menyerbu dan berjibaku dan idak pernah diajar memimpin. 

Oleh karena itu ia idak berpengetahuan lain, cara ia mengadakan propaganda dan agitasi pada rakyat banyak itu seperi dilihatnya dan diajarnya dari Jepang, yaitu fasisis. Sangat menyedihkan keadaan jiwa pemuda kita. Mereka terus di dalam kebimbangan, meskipun semangatnya meluap-luap, mereka belum mempunyai pengerian tentang kemungkinan serta kedudukan perjuangan yang diperjuangkannya sehingga pandangannya tak dapat jauh. 

Pegangannya banyak kali tak lain daripada semboyan merdeka atau mai. Tiap kali kalau terasa, bahwa kemerdekaan belum pasi serta ia belum pula menghadapi mati, mereka berada terus di dalam kebimbangan. Obat untuk kebimbangan itu umumnya dicari dengan perbuatan yang terus-menerus, sehingga perbuatan dijadikan madat untuk jiwa. 

Bagi bangsa kita, mabuk perbuatan pemuda-pemuda kita ini, sebenarnya suatu keuntungan yang besar benar dan memang pula perbuatan-perbuatan merekalah yang menjadi pendorong keras bagi perjuangan kita pada permulaannya, akan tetapi tentu pula perbuatan yang sebenarnya tiada berpengerian ini, banyak pula salah tubruk, sehingga merusakkan dan merugikan perjuangan kita. Demikian umpamanya hasutan perbuatan-perbuatan terhadap bangsa-bangsa asing, yang melemahkan kedudukan perjuangan kita di dalam pandangan dunia internasional. 

Terhadap cita-cita kita hendak mendirikan negara kita sendiri, dunia luar mulanya menyatakan simpainya. Boleh dikatakan, bahwa pandangan umum di dunia mula-mula memihak pada kita, terutama seluruh kaum buruh di dunia, akan tetapi dengan bertambah banyaknya kejadian yang menunjukan kekacauan di antara rakyat kita, yang sulit dapat dipahamkan sebagai ucapan perjuangan kemerdekaan, seperi pembunuhan serta perampokan, perasaan umum di dunia terhadap perjuangan kita dapat berubah, seperi terbuki juga di waktu yang akhir ini. 

Pada umumnya sekalian tanda kekacauan di negeri kita, hanya akan mengecewakan idak saja kaum kapitalis, akan tetapi juga kaum buruh di seluruh dunia. Kaum kapital kecewa akan kemungkinan untuk modalnya yang diharapkan dapat memberikan hasil, jika keamanan sudah ada di dalam negeri kita. Kaum buruh kecewa akan tandatanda kekejaman fasisis, yang telah sangat terkenal di dunia pada waktu itu, serta akan payah juga akan dapat menelan pembunuhan-pembunuhan orang asing, apalagi pembunuhan dan kekejaman terhadap orang Indo, Ambon dan Menado, yang bangsa kita sendiri. Sekalian ini hanya akan dimengertikan sebagai kementahan di dalam perasaan kebangsaan yang sebenarnya mesi mengandung kesadaran poliik kebangsaan pada pokoknya. Kebencian terhadap orang Indo, Ambon dan Menado hanya dapat diarikan oleh luar negeri, bahwa kesadaran kebangsaan kita di antara rakyat banyak terbuki masih sangat tipis atau belum ada sama sekali. 

Selama penduduk daerah yang satu masih dapat diadu-dombakan dengan penduduk daerah yang lain, memang sulit bagi dunia akan menerima adanya perasaan kebangsaan Indonesia di antara rakyat kita, dan perjuangan kita sekarang ini akan diarikan lain pula. Bagi kaum modal yang menjadi ukuran terhadap perjuangan kita, tidak lain dari perhitungan untung-rugi. Jika tidak akan merugikan, ia akan netral, jika menguntungkan ia akan pro, jika merugikan, ia akan ani. Jika dianggapnya benar-benar merugikan, ia akan mengerahkan sekalian tenaga untuk menentang kita, serta ia akan idak raguragu menyebabkan intervensi militer untuk membela kepeningan modalnya. 

Oleh karena itu maka jika pemerintah Republik Indonesia tak dapat menghindarkan kekacauan yang akan mengancam keinginan dan kemungkinan modal luar negeri, pasti ia akan dimusuhi oleh modal luar negeri itu, dan oleh karena itu juga oleh negeri-negeri di mana modal itu berkuasa. Oleh karena tidak mengetahui atau idak mengindahkan kebenaran ini, banyak orang kita berindak dan berbuat seolah-olah mengundang intervensi luar negeri itu. 

Perbuatan yang demikian tentu bertentangan dengan segala ilmu perkelahian, yang meminta supaya lawan berkedudukan selemah-lemahnya, yaitu sebolehnya jangan mempunyai banyak kawan dan pembantu. Perbuatan demikian dapat dimengeri dengan mengingat semangat Jibaku. Terus menerus kita harus awas terhadap bahaya akan masih dapat menjadi korban didikan atau propaganda Jepang. 

Setelah meninjau dan menyatakan dengan terus terang apa yang dianggap sebagai kekurangan dan kelemahan perjuangan kemerdekaan kita sekarang ini, boleh kita mengambil kesimpulan, bahwa sekalian kekacauan dan kebimbangan pada waktu ini memang sebahagian besar idak dapat dihindarkan, akan tetapi pasi dapat pula kita tetapkan, bahwa jika pengerian serta perhitungan benar ada pada pimpinan perjuangan tentang keadaan serta kemungkinan politik luar dan dalam negeri, hasil yang didapat akan lebih banyak serta kekacauan dan kebimbangan pun idak sebesar sekarang ini. 

Untuk menyumbang keperluan pada penerangan dan pengerian ini akan dikemukakan di sini di dalam beberapa bab beberapa kenyataan poliik yang seharusnya dijadikan dasar di dalam perhitungan kita, supaya dapat menentukan arah dan langkah di dalam perjuangan terhadap luar dan juga dalam negeri


Daftar Isi Buku Soetan Sjahrir: Perjoeangan Kita