Hainusantara.com - Halo Sobat Nusantara! Kali ini, kita akan menjelajahi salah satu situs sejarah yang tersembunyi namun memiliki nilai penting dalam sejarah Jawa Timur, yaitu Candi Jedong di Ngoro, Mojokerto. Tempat ini tidak hanya sekadar situs arkeologi, tetapi juga pintu gerbang menuju masa lalu yang masih dapat kita rasakan hingga kini. Yuk, kita pelajari lebih dalam tentang candi atau gapura ini yang sarat akan cerita sejarah!
Lokasi dan Sejarah Candi Jedong
Candi Jedong terletak di Desa Wotanmas Jedong, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Situs ini merupakan bagian dari peninggalan sejarah masa kerajaan Majapahit, yang berkuasa di Jawa Timur pada abad ke-14. Gapura Jedong, seperti yang disebutkan di berbagai sumber sejarah, merupakan salah satu pintu gerbang bertipe paduraksa, yaitu jenis gapura yang memiliki atap.
Melihat lebih jauh ke dalam situs ini, diketahui bahwa dulunya terdapat tiga gapura yang menghiasi kompleks ini. Sayangnya, satu gapura yang dibuat dari batu bata sudah tidak ada lagi. Gapura tersebut diketahui memuat tulisan angka tahun 1298 Saka atau 1376 Masehi, yang memberikan petunjuk kapan situs ini dibangun. Keberadaan tahun tersebut juga mempertegas bahwa Candi Jedong dibangun pada masa keemasan Kerajaan Majapahit.
Dua gapura lainnya yang masih berdiri kokoh hingga saat ini terbuat dari batu andesit, yang dikenal tahan lama dan kuat menghadapi perubahan cuaca. Kedua gapura ini dihubungkan oleh pagar yang juga terbuat dari bata sepanjang kurang lebih 50 meter. Meskipun tidak semua struktur masih utuh, sisa-sisa yang ada mampu memberikan gambaran tentang keagungan candi ini pada masa lalu.
Keunikan Struktur Gapura Jedong
Salah satu daya tarik utama dari Candi Jedong adalah struktur gapura yang masih tersisa. Gapura utara, yang merupakan salah satu dari dua gapura berbahan andesit, memiliki ukuran panjang 6,86 meter, lebar 3,4 meter, dan tinggi mencapai 7,19 meter. Ukurannya yang megah ini menandakan bahwa gapura tersebut mungkin merupakan salah satu pintu masuk penting pada masanya, baik sebagai akses menuju kompleks peribadatan atau bagian dari benteng pertahanan.
Detail ornamen pada gapura ini juga menunjukkan kehalusan seni arsitektur pada masa Majapahit. Kaki gapura dihiasi dengan panel-panel yang tidak memiliki relief, memberikan kesan bersih dan sederhana. Namun, bagian tubuh gapura dihiasi dengan sabuk berornamen kala distiril dan motif flora yang rumit. Kala distiril, atau ornamen berupa wajah raksasa yang biasanya dipahat pada pintu candi atau gapura, melambangkan penjaga pintu yang bertugas melindungi tempat suci dari pengaruh buruk.
Motif-motif flora yang menghiasi gapura ini menambah kesan estetis, menunjukkan kecintaan masyarakat Majapahit terhadap alam. Hiasan flora seringkali memiliki makna simbolis, mewakili kesuburan dan keharmonisan antara manusia dan alam semesta. Tidak heran jika motif-motif ini banyak ditemukan pada bangunan bersejarah, karena masyarakat pada masa itu percaya akan pentingnya keseimbangan antara manusia, alam, dan kekuatan spiritual.
Fungsi Gapura Jedong di Masa Lalu
Melihat struktur dan letaknya, Gapura Jedong kemungkinan besar memiliki fungsi yang lebih dari sekadar pintu masuk biasa. Berdasarkan ukurannya yang besar dan hiasannya yang kaya, candi ini mungkin dulunya merupakan bagian dari kompleks bangunan yang lebih luas, yang mungkin berfungsi sebagai tempat peribadatan, peristirahatan para bangsawan, atau bahkan benteng pertahanan.
Kemungkinan lainnya, gapura ini bisa saja berfungsi sebagai penanda wilayah kekuasaan. Pada masa kerajaan-kerajaan kuno di Jawa, bangunan monumental seperti gapura sering dibangun di perbatasan wilayah untuk menandai batas kekuasaan kerajaan. Dengan adanya gapura yang megah ini, bisa dipastikan bahwa wilayah sekitar Candi Jedong merupakan area yang penting secara politik maupun ekonomi pada masa Majapahit.
Hubungan dengan Kerajaan Majapahit
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Candi Jedong dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar di Nusantara. Masa pemerintahan Majapahit, yang mencapai puncaknya di bawah Raja Hayam Wuruk, merupakan era di mana banyak bangunan monumental seperti candi, gapura, dan benteng dibangun. Bangunan-bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai simbol kekuasaan, tetapi juga sebagai tempat peribadatan dan ritual keagamaan.
Gapura Jedong adalah salah satu bukti bahwa tradisi membangun gapura besar telah ada sejak lama di Jawa. Tradisi ini terus berkembang dan menjadi ciri khas arsitektur Jawa, seperti yang terlihat pada bangunan-bangunan keraton di Yogyakarta dan Surakarta pada masa kemudian. Gapura, yang melambangkan gerbang menuju tempat suci atau area penting, selalu dihiasi dengan ornamen yang sarat makna spiritual.
Dalam konteks Majapahit, gapura juga memiliki makna politis. Sebagai kerajaan maritim yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas, Majapahit sering menggunakan bangunan monumental untuk menegaskan batas kekuasaannya. Gapura-gapura seperti Jedong mungkin menjadi penanda bagi orang-orang dari wilayah lain bahwa mereka telah memasuki wilayah yang berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Keberadaan Candi Jedong di Masa Kini
Saat ini, Candi Jedong mungkin tidak lagi memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari seperti dulu, namun situs ini tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya kita. Situs ini sering dikunjungi oleh para pecinta sejarah dan arkeologi yang ingin menggali lebih dalam tentang masa kejayaan Majapahit. Meski hanya dua gapura yang masih berdiri, Candi Jedong tetap mampu memikat perhatian banyak orang dengan keindahan arsitektur dan nilai sejarahnya.
Pelestarian situs seperti Candi Jedong sangat penting agar generasi mendatang dapat terus mempelajari sejarah dan kebudayaan nenek moyang kita. Pemerintah dan berbagai pihak telah berupaya untuk menjaga keaslian dan keutuhan situs ini, meski tantangan dari waktu dan cuaca tak bisa dihindari. Sebagai bagian dari kekayaan budaya Nusantara, Candi Jedong adalah saksi bisu dari perjalanan panjang peradaban di Jawa Timur.
Baca juga: Jejak Sejarah Petirtaan Belahan yang Tersembunyi di Gunung Penanggungan
Mengapa Penting untuk Mengunjungi Situs Sejarah?
Bagi Sobat Nusantara yang tertarik pada sejarah, mengunjungi situs-situs seperti Candi Jedong bukan hanya sekadar wisata. Lebih dari itu, kunjungan ke situs sejarah memberikan kita kesempatan untuk memahami bagaimana kehidupan dan budaya nenek moyang kita berkembang. Melalui arsitektur, ornamen, dan lokasi candi, kita dapat merasakan bagaimana peradaban kuno membangun dan mengorganisir wilayah mereka.
Selain memberikan wawasan tentang masa lalu, kunjungan ke situs bersejarah juga mengingatkan kita akan pentingnya pelestarian budaya. Dengan menjaga situs-situs ini tetap utuh dan terawat, kita dapat memastikan bahwa warisan budaya tersebut bisa dinikmati oleh generasi yang akan datang. Melalui pelestarian, kita juga memberikan penghormatan kepada para pendiri dan pencipta situs-situs tersebut yang telah berkontribusi besar dalam membentuk identitas budaya Nusantara.
Penutup
Candi Jedong Ngoro di Mojokerto adalah salah satu dari sekian banyak peninggalan sejarah yang memperkaya budaya kita. Dengan arsitektur yang megah, ornamen yang indah, serta sejarah panjang yang menyertainya, Candi Jedong menawarkan sekilas pandang ke masa lalu yang gemilang. Bagi Sobat Nusantara yang ingin merasakan atmosfer sejarah dan belajar lebih banyak tentang kejayaan Majapahit, mengunjungi Candi Jedong bisa menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Mari kita terus menjaga dan melestarikan warisan budaya seperti Candi Jedong, agar generasi mendatang tetap dapat menikmati dan mempelajari jejak-jejak sejarah yang telah ditinggalkan oleh leluhur kita. Sebagai bagian dari bangsa yang kaya akan budaya dan sejarah, kita memiliki tanggung jawab untuk merawat situs-situs ini agar tetap lestari sepanjang masa.